Jumat, 09 November 2012

Menghormati Pahlawan

Bung Karno pernah menyatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa
yang menghormati pehlawan-pahlawannya. Setiap tahun, tepatnya tanggal 10 November kita memperingati dan merayakan hari itu sebagai Hari Pahlawan. Bisa juga dikatakan bahwa kegiatan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap pahlawan-pahlawan yang telah mendahului kita, karena jasa-jasanya ikut merebut dan mempertahankan kemerdekaaan. Pada masa lalu pengertian pahlawan lebih sempit, karena hanya terbatas pada pahlawan sebagai pejuang yang pernah angkat senjata, bertempur atau berperang melawan penjajah. Pengertian lebih luas kemudian berkembang bahwa siapapun yang pernah berjasa kepada negara, entah ia orang militer atau sipil, semuanya dianggap pahlawan. Kita mengenal berpuluh-puluh pahlawan yang ditetapkan oleh negara dengan predikat Pahlawan Nasional.

Deretan nama-nama Pahlawan Nasional dari sudut sejarahnya dimulai sejak jauh sebelum abad ke-20, hingga ke pertengahan abad ke-20 dalam berbagai lapangan perjuangan, selain tokoh-tokoh militer dan juga tokoh-tokoh pergerakan nasional yang berjuang dengan menggunakan berbagai media organisasi, baik organisasi sosial-budaya maupun politik (parpol), yang hasilnya adalah kemerdekaaan Indonesia pada tahun 1945.

Pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya pecah pertempuran besar-besaran antara rakyat (arek-arek Suroboyo) melawan tentara Sekutu yang diboncengi Belanda. Inilah keunikan Indonesia. Di banyak bangsa lain mereka terlebih dahulu melakukan pertempuran dan peperangan, setelah kekuatan kolonial dikalahkan, barulah mereka mencetuskan kemerdekaaan.

Di negara kita, kita terlebih dahulu memproklamirkan kemerdekaaan, barulah kemudian pecah peperangan karena Belanda mengirimkan balatentaranya untuk merebut kembali tanah air kita agar mereka dapat menduduki (menjajah) kembali tanah air kita. Dengan demikian perang kemerdekaan Indonesia lebih banyak sebagai perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan

Proporsional

Kembali ke masalah semula, bagaimana kita sebaiknya menghormati pahlawan secara proporsional dan tentu saja disesuaikan dengan perkembangan zaman baik masa kini maupun yang akan datang? Kita menyadari bahwa tanpa munculnya pahlawan-pahlawan itu, mustahil kita akan menghirup udara kemerdekaaan seperti sekarang ini. Meskipun para pahlawan itu sendiri tidak berkeinginan untuk dihormati dan juga tidak ada pamrih untuk memperoleh tanda-tanda jasa seperti bintang kehormatan dan lain sebagainya, kita tetap terus menghormati dan menghargai kepahlawanan mereka. Salah satu cara untuk menghormati mereka adalah dengan mewarisi semangat juang termasuk alam pikiran mereka yang memotivasi mereka untuk berjuang demi kepentingan bangsa dan tanah air.

Pada tahun 1960-an Presiden AS, John F. Kennedy pernah mengucapkan pernyataannya yang terkenal: "Jangan bertanya apa yang dapat negara berikan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang dapat engkau persembahkan untuk negaramu." Dengan kata lain, perjuangan murni para pahlawan adalah tanpa pamrih, mereka lebih banyak memberi daripada menerima. Pemberian mereka untuk negara berupa pengorbanan waktu, mengesampingkan kepentingan pribadi, keluarga, kelompok atau golongannya. Mereka memberi, sekali lagi, hanya memberi.

Mereka juga mengharapkan bukan pada negara, tapi pada kita sebagai ahli warisnya yang harus meneruskan estafeta perjuangan bangsa, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang. Para pahlawan itu mengharapkan akan terus lahir pahlawan-pahlawan baru dengan lapangan perjuangan yang bervariasi, sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing.

Dengan dasar itu kita mengisi kemerdekaaan untuk membawa Indonesia sebagai negara yang lebih maju, memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada segenap rakyat, agar dapat hidup layak dan bermartabat sesuai dengan amanah Konstitusi. Dengan demikian maka setiap perbuatan atau langkah yang tercela, seperti korupsi, berkeinginan memisahkan diri dari NKRI (separatisme) dan perbuatan-perbuatan tak terpuji lainnya, merupakan pengkhianatan terhadap cita-cita luhur para pahlawan yang telah mendahului kita.

Namun kebalikannya, kita jangan sampai menghormati pahlawan dengan kelewat batas. Pengagungan yang berlebihan terhadap pahlawan atau tokoh akan menggiring kita pada apa yang disebut sebagai kultus individu. Ini berlainan dengan menghormati pahlawan (hero worship).

Dalam sejarah Indonesia pada abad yang lalu, pernah terjadi suatu masa dimana sebagian rakyat Indonesia menghormati dan memuja Bung Karno secara berlebihan. Memang Bung Karno besar jasanya pada bangsa dan negara. Ia, bersama Bung Hatta adalah proklamator kemerdekaan, statusnya lebih tinggi dari Pahlawan Nasional. Ia juga berperanan besar sebagai peletak dasar negara, hingga kita tetap bersatu sebagai satu bangsa sekarang ini, karena memiliki jatidiri yang kuat yakni Pancasila.

Namun penghormatan dan penghargaan yang berlebihan menyebabkan sebagian rakyat mengkultusindividukan Bung Karno. Karena sikap yang berlebihan tersebut, apapun yang disuarakan Bung Karno mereka anggap benar semua. Padahal bagaimanapun, dibalik segala kebesarannya Bung karno juga manusia biasa yang tak luput dari kesalahan atau kekhilafan. Di manapun, bila kita pelajari sejarah bangsa-bangsa lain, pemimpin yang merasa dikultusindividukan oleh rakyatnya akan mudah sekali menjadi otoriter, berkembang lebih jauh menjadi diktator, bila ia diberi kesempatan memegang tampuk kekuasaan negara. Ia merasa senang didewa-dewakan oleh rakyatnya.

Orang menyebut adanya penyakit kejiwaan yang disebut megalomania. Megalomania adalah suatu kelainan jiwa (seorang pemimpin) yang ditandai oleh khayalan tentang kekuasaan dan kebesaran diri. Beruntung dalam abad ke-21 ini kita tidak lagi mempunyai pemimpin megalomaniak. Pada zaman dahulu pemujaan terhadap pemimpin atau palawan yang berlebihan menjurus pada pemujaan berlebihan terhadap pahlawan, sehingga pahlawan itu dianggap sebagai Dewa. Lalu dibuatlah patung-patung yang dipuja-puja sebagai Tuhan pada acara penting dalam ritual keagamaan tertentu.

Dikisahkan, sebelum Nabi Muhammad SAW menaklukkan Mekah, di dalam Ka’bah terdapat patung-patung yang dipuja oleh orang-orang Arab bila mereka sedang beribadah mengelilingi Ka’bah. Patung-patung itu konon adalah perwujudan para pahlawan mereka yang dianggap besar jasanya dalam peperangan melawan musuh. Penghormatan yang berlebihan terhadap pahlawan yang diwujudkan dalam patung-patung itu kemudian dimusnahkan, karena menghambat manusia untuk berhubungan langsung dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Menghormati dan menghargai pahlawan tidak perlu berlebihan, cukup proporsional, kecuali kita meneruskan cita-cita luhur mereka, mengembangkan terus alam pikiran mereka untuk memperkuat motivasi meneruskan perjuangan pahlawan membangun tanah air! Selamat memperingati Hari Pahlawan! ***

Artikel Terkait

0 komentar

Posting Komentar

Cancel Reply